Banyak dari kita mengalami kebiasaan makan emosional, di mana makanan bukan hanya sebagai solusi lapar dan kenyang, tetapi juga sebagai respons terhadap perasaan. Beberapa alasan utama di balik pola makan yang kurang sehat termasuk kebosanan, stres, kecemasan, dan kelelahan. Dr. Aishah Muhammad menjelaskan bahwa tubuh kita tidak membedakan stres karena dituntut oleh hewan pemburu dengan stres karena tenggat waktu pekerjaan. Stres membuat tubuh kita mencari energi yang cepat dilepaskan seperti gula atau karbohidrat.
Kebosanan juga dapat mendorong konsumsi makanan sebagai bentuk pelarian, meskipun ada temuan bahwa kebosanan juga bisa mendorong konsumsi makanan sehat jika makanan tersebut dianggap menarik. Kurang tidur juga berdampak signifikan terhadap pola makan kita, karena kekurangan tidur dapat membuat kita mengonsumsi lebih banyak kalori dan juga meningkatkan hormon lapar.
Selain faktor-faktor psikologis, kimia otak juga berperan dalam pengaruh perasaan terhadap makanan. Dopamin, zat kimia otak yang membuat kita merasa senang dan puas, dilepaskan saat makan. Makanan tinggi lemak dan gula dapat merangsang produksi dopamin lebih kuat daripada makanan sehat lainnya, menciptakan apa yang disebut sebagai “perangkap kenikmatan diet”.
Untuk mengatasi kebiasaan makan emosional, dr. Rangan Chatterjee memperkenalkan teknik 3F: Rasakan, Beri makan, dan Temukan. Selain itu, pemilihan makanan yang tepat juga penting. Makanan kaya Vitamin D, Vitamin C, tinggi protein, ubi jalar, kenari, dan kakao dapat membantu meningkatkan suasana hati dan mengurangi keinginan makan emosional. Melalui pemahaman ini, kita dapat mengelola kebiasaan makan emosional dan meraih pola makan sehat yang lebih baik.