Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengungkapkan asumsi tentang dampak tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap Indonesia. Tarif sebesar 32 persen tersebut diprediksi akan memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 50 ribu buruh dalam tiga bulan ke depan. KSPI mencatat bahwa gelombang PHK pertama telah terjadi pada awal tahun 2025, dengan sekitar 60 ribu buruh terkena dampak dan tidak menerima Tunjangan Hari Raya (THR).
Said Iqbal juga menyoroti bahwa industri-industri seperti garmen, tekstil, sepatu, makanan, minuman, minyak sawit, karet, elektronik, dan pertambangan yang mengirim produknya ke AS akan terkena dampak besar dari kebijakan tarif tersebut. Ia memperkirakan bahwa gelombang PHK kedua bisa mencapai lebih dari 50 ribu buruh dalam waktu tiga bulan setelah tarif berlaku.
Selain itu, Said Iqbal juga menyoroti bahwa perusahaan-perusahaan yang terdampak oleh kebijakan tarif tersebut, terutama yang memiliki pemilik asing, mungkin akan memilih untuk pindah ke negara lain yang tidak terkena tarif AS. Strategi lain yang bisa diambil adalah dengan mengirim produk dari Indonesia ke negara lain, lalu memberi merek negara tersebut untuk menghindari tarif.
Dalam menghadapi kondisi ini, Said Iqbal menyarankan kepada Pemerintah Indonesia untuk membentuk Satuan Tugas PHK yang bertugas mengantisipasi gelombang PHK dan melakukan renegosiasi dengan AS terkait tarif. Dia juga berharap agar Satgas tersebut bisa mencegah terjadinya gejolak sosial akibat PHK besar-besaran. Said Iqbal menekankan pentingnya kerjasama antara pemerintah, serikat buruh, dan DPR RI dalam menghadapi dampak kebijakan tarif tersebut.
Dengan adanya peringatan dari Said Iqbal, diharapkan langkah-langkah pencegahan yang tepat dapat diambil untuk mengurangi dampak dari kebijakan tarif AS dan mencegah terjadinya PHK dalam skala besar di Indonesia.