Reformasi Intelijen Indonesia: Peningkatan Kapasitas BIN dalam Mengantisipasi Ancaman Global

Pentingnya Reformasi Intelijen Indonesia untuk Menghadapi Tantangan Keamanan

Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie menggelar diskusi terbatas dengan tema Dinamika Reformasi Tata Kelola Intelijen Indonesia pada 19 Maret 2025. Diskusi tersebut melibatkan akademisi, peneliti, dan praktisi untuk membahas tantangan serta prospek reformasi intelijen Indonesia.

Diskusi ini menekankan perlunya penguatan kelembagaan Badan Intelijen Negara (BIN) agar lebih responsif terhadap ancaman global. Yudha Kurniawan, dosen Ilmu Politik Universitas Bakrie yang menjadi moderator, menegaskan bahwa Reformasi Intelijen harus melibatkan transformasi kultur kerja intelijen dan peningkatan pengawasan kelembagaan.

Standarisasi Threat-Based Intelligence dalam Operasional BIN

Rizal Darma Putra, Direktur Eksekutif LESPERSSI, menyatakan bahwa keberhasilan lembaga intelijen bergantung pada kemampuannya dalam merespons ancaman tepat waktu. Model Threat-Based Intelligence telah menjadi standar operasional di banyak negara, dan BIN perlu menerapkan pendekatan ini untuk mencegah eskalasi ancaman sebelum terjadi.

Di tengah transisi kekuasaan dari Presiden Joko Widodo ke Prabowo Subianto, peran intelijen dalam menganalisis potensi ancaman menjadi sangat penting. Situasi ekonomi yang tidak stabil saat ini menunjukkan bahwa intelijen belum optimal dalam mendeteksi dan mengantisipasi risiko yang akan datang.

Reformasi Rekrutmen dan Kultur Intelijen

Awani Yamora Masta, Peneliti dari Center for International Relations Studies, menekankan bahwa efektivitas badan intelijen sangat dipengaruhi oleh sistem rekrutmen dan penempatan personel. Seleksi personel intelijen harus didasarkan pada kompetensi teknis dan keseimbangan struktural organisasi.

Selain itu, kultur intelijen yang menekankan kerahasiaan menghadapi tantangan akibat keterbukaan informasi yang semakin meningkat. Penggunaan seragam agen intelijen dan perubahan nomenklatur lulusan Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) menjadi sorotan karena bertentangan dengan prinsip dasar intelijen.

Penguatan Mekanisme Pengawasan untuk Mencegah Penyalahgunaan Wewenang

Muhamad Haripin dari BRIN menegaskan bahwa BIN memerlukan pengawasan ketat agar tidak menyalahgunakan wewenangnya. Tantangan terbesar dalam sistem intelijen Indonesia adalah tumpang tindih kewenangan antar-lembaga dan minimnya transparansi dalam pengelolaan anggaran dan operasional.

Negara lain telah menerapkan mekanisme pengawasan terhadap badan intelijen mereka. Indonesia perlu mempertimbangkan pembentukan komite khusus di DPR atau audit independen untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam kerja intelijen.

Rekomendasi Reformasi Intelijen Indonesia

Diskusi tersebut menghasilkan rekomendasi penting untuk memperkuat kelembagaan intelijen di Indonesia:

Penerapan Threat-Based Intelligence sebagai standar operasional BIN untuk meningkatkan deteksi dini ancaman.

Reformasi rekrutmen personel dengan fokus pada keahlian teknis seperti analisis data, teknologi informasi, diplomasi, dan kontraterorisme.

Menjaga independensi kelembagaan dengan memastikan rekrutmen dan promosi berbasis kompetensi, bukan afiliasi politik.

Menguatkan mekanisme pengawasan melalui pembentukan komite khusus di DPR atau audit independen.

Menyesuaikan regulasi kelembagaan intelijen untuk memastikan transparansi, efisiensi anggaran, dan optimalisasi peran BIN dalam menjaga stabilitas nasional.

Dengan berbagai rekomendasi tersebut, Reformasi Intelijen Indonesia diharapkan mampu menciptakan sistem intelijen yang lebih adaptif, profesional, dan transparan dalam menghadapi tantangan keamanan nasional maupun global.

Sumber: Reformasi Intelijen Indonesia: Penguatan Kelembagaan Dan Penerapan Threat-Based Intelligence Sebagai Standar Operasional
Sumber: Kelembagaan Intelijen Harus Diperkuat, Model Threat Based Intelligence Jadi Standar Utama Operasional Badan Intelijen Di Banyak Negara