Apakah nilai-nilai luhur dari tradisi besar agama Abrahamik – Yudaisme, Kristen, dan Islam – bisa menjadi sumber inspirasi etis untuk memperkuat kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia? Gagasan ini memberikan potensi untuk membentuk masyarakat yang adil, bermoral, dan bertanggung jawab. Namun, perlu diingat bahwa penerapannya harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan sektarianisme yang bertentangan dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam konteks ini, penting untuk menyadari kearifan yang terkandung dalam agama-agama Abrahamik, bukan untuk menciptakan keseragaman tetapi untuk menemukan nilai-nilai universal yang dapat memperkaya kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai seperti keadilan, belas kasih, dan kejujuran membentuk kerangka etis yang dapat memperkuat jiwa Pancasila dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Asas-asas etika yang mendasar dari agama-agama Abrahamik seperti keesaan Tuhan, hukum moral universal, keadilan sosial, dan tanggung jawab ekologis memberikan fondasi yang kokoh untuk tata kelola kehidupan berbangsa. Selain itu, menyatukan nilai-nilai ini dengan Pancasila sebagai agama sipil bangsa Indonesia memungkinkan nilai-nilai universal ini untuk diserap dan dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari yang inklusif.
Meskipun demikian, tantangan dalam penerapan nilai-nilai ini termasuk menghindari eksklusivitas, mengelola keragaman interpretasi, membedakan antara hukum agama dan hukum negara, serta mencegah teokrasi. Pemisahan yang jelas antara institusi negara dan agama sambil tetap membuka ruang untuk dialog etis antara keduanya menjadi kuncinya.
Dengan demikian, kontribusi agama-agama Abrahamik dalam membangun karakter warga negara, memperkuat moral publik, dan mendorong kesejahteraan bersama menjadi esensi yang dapat memperkaya kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa memecah belah. Perjalanan hidup bersama dengan nilai-nilai etis yang terinspirasi dari agama-abrahamik dapat membentuk karakter yang berintegritas dan berkeadilan dalam masyarakat Indonesia.