Kendari – Peristiwa tragis yang melibatkan penderitaan mental seseorang seharusnya memicu empati dan kepedulian dari publik, namun kenyataannya sering kali berbeda. Respons yang muncul terutama di media sosial seringkali tidak mencerminkan empati, bahkan cenderung menganggap penderitaan mental sebagai subjek candaan atau ejekan. Hal ini menunjukkan rendahnya pemahaman masyarakat terhadap kesehatan mental dan juga menyoroti kurangnya empati kolektif di dalam masyarakat. Psikolog Klinis dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Kendari, Astri Yunita, mengungkapkan bahwa pemahaman yang rendah terhadap kesehatan mental masih menjadi permasalahan serius di tengah naiknya kasus krisis psikologis di beberapa daerah.
Menurut Astri Yunita, luka psikologis bisa jauh lebih menyakitkan daripada luka fisik, dan dapat mempengaruhi cara seseorang berpikir, merasakan, dan menjalani hidup. Hal ini menekankan pentingnya membangun pemahaman bersama agar setiap kasus yang melibatkan kesehatan mental tidak dianggap remeh atau dijatuhkan penilaian secara sepihak. Ia menunjukkan bahwa komentar sembrono dapat memperburuk keadaan orang yang sedang berada di titik terendah dalam hidup mereka.
Astri Yunita juga mengajak masyarakat untuk membentuk lingkungan sosial yang lebih peduli dan tanpa stigma terhadap gangguan mental. Edukasi publik dianggap sebagai langkah krusial agar ruang sosial menjadi lebih aman bagi individu yang sedang berjuang dengan masalah mental mereka. Dengan merespons dengan empati dan perhatian, kita dapat memberikan harapan yang pada akhirnya dapat menyelamatkan nyawa. Kesadaran bersama merupakan langkah awal dalam pencegahan, dan hal ini dimulai dari cara kita memilih kata-kata.