Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami defisit neraca perdagangan mencapai Rp51 triliun pada tahun 2024 karena tingginya ketergantungan terhadap impor dari luar daerah. Kepala Bank Indonesia Perwakilan NTT, Agus Sistyo Widjajati, menjelaskan bahwa kondisi ini mirip dengan defisit anggaran di Amerika yang mencapai US$1,2 triliun. Dalam konteks ini, NTT dihadapkan dengan dua pilihan, yaitu tetap menjadi pasar bagi provinsi lain atau membangun NTT sendiri sesuai dengan slogan “Ayo Membangun NTT” yang diusung oleh Gubernur Emanuel Melkiades Laka Lena dan Wakil Gubernur Johni Asadoma.
Agus menekankan pentingnya NTT untuk tidak nyaman dengan situasi saat ini dan berkolaborasi dalam memproduksi barang sendiri untuk memenuhi kebutuhan lokal. Sektor pertanian, yang mendukung 30% usaha di NTT, belum dioptimalkan, dan masih terbatas dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Selain itu, potensi pariwisata NTT yang menarik belum dimaksimalkan, sehingga banyak warga lebih memilih berlibur ke luar daerah.
Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, juga menyoroti peluang investasi yang terbuka luas di sektor pariwisata, pertanian, dan peternakan. Pemerintah pun telah merancang program untuk mengurangi defisit perdagangan dengan mendorong penggunaan produk-produk lokal, seperti air mineral produksi NTT, mulai dari masyarakat hingga instansi pemerintah, BUMN, dan perbankan. Dengan langkah ini diharapkan dapat mengurangi defisit perdagangan NTT secara signifikan.