FAJAR.CO.ID, DEPOK – Pemberantasan korupsi tidak dapat dilakukan dengan cara konvensional. Dibutuhkan kebijakan inovatif dan langkah politik yang serius, terutama dari presiden sebagai pemimpin tertinggi pemerintahan.
Ketua Tim Hukum Nasional (THN) Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN), Ari Yusuf Amir berpendapat bahwa kehendak politik (political will) dari seorang presiden menjadi sangat penting agar pemberantasan korupsi dapat dilakukan secara lebih efektif.
Anies dan Muhaimin sendiri, menurut Ari, memastikan akan menjadi panglima terdepan dalam pemberantasan korupsi.
“Itulah yang menjadi komitmen pasangan AMIN jika kelak diamanahi menjadi pemimpin negeri ini,” ujar Ari dalam diskusi “Mau Dibawa ke Mana Pemberantasan Korupsi Kita: Membedah Visi Misi Capres”, di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Selasa 13 Desember 2023. Diskusi diselenggarakan oleh Gerakan Anti Korupsi Lintas Perguruan Tinggi (GAK LPT) dan mengundang perwakilan tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden. Namun hanya pasangan AMIN dan Ganjar-Mahfud yang hadir mengikuti undangan.
Menurut Ari, seorang presiden tidak boleh hanya berbicara pada tingkat normatif dalam upaya pemberantasan korupsi. Lebih lanjut, seorang presiden harus dapat memobilisasi seluruh kekuatan sosio-politiknya untuk melawan korupsi. “Karena perang melawan korupsi sangat vital, terutama pemberantasan korupsi, korupsi, dan nepotisme, adalah salah satu amanat Reformasi 1998 yang hingga kini belum terselesaikan,” tegas Ari.
Terlebih lagi, situasinya, menurut Ari, praktik korupsi di Tanah Air sudah sangat mengkhawatirkan. Ari mengutip data Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2022, di mana Indonesia mendapatkan skor 34 dengan peringkat 110 dari 180 negara. Sebelumnya, pada tahun 2021, skor IPK Indonesia adalah 38.