Aksi unjuk rasa yang digelar di depan Gedung DPR RI pada 25 dan 28 Agustus 2025 telah menimbulkan dampak serius bagi kehidupan demokrasi Indonesia. Meskipun bermula dari aspirasi masyarakat yang murni, aksi tersebut tidak sepenuhnya berjalan damai karena ada kelompok yang mencoba merusak suasana dengan merencanakan kerusuhan. Pada 25 Agustus, mahasiswa turun ke jalan untuk menuntut percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset. Aksi ini awalnya berlangsung dengan tertib namun menjadi ricuh setelah adanya provokasi dari kelompok tertentu. Aparat berhasil membubarkan kerusuhan dan menangkap oknum yang diduga sebagai provokator.
Tiga hari kemudian, ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja kembali turun ke jalan dengan enam tuntutan utama, termasuk penghapusan sistem outsourcing dan penolakan upah murah. Aksi buruh ini juga mengalami gangguan dari kelompok provokator yang sama seperti sebelumnya. Meskipun aparat keamanan berhasil mendeteksi dan mengatasi upaya tersebut, situasi menjadi tidak terkendali saat pembubaran terhadap provokator dilakukan.
Dalam menghadapi situasi ini, Laskar Merah Putih (LMP) meminta masyarakat untuk tetap tenang dan waspada terhadap provokasi. Mereka menekankan bahwa aparat keamanan adalah garda terdepan dalam menjaga stabilitas negara dan tidak boleh diciderai oleh kelompok provokator. LMP juga mengajak mahasiswa dan buruh untuk tetap fokus pada substansi aspirasi mereka tanpa dimanfaatkan oleh pihak tertentu.
Kejadian ini menjadi pengingat bahwa ruang demokrasi rentan dimanfaatkan oleh provokator. Oleh karena itu, masyarakat harus tetap fokus pada gagasan yang disampaikan, menjaga kondusivitas dengan aparat keamanan, dan menolak upaya kelompok tertentu yang mencoba mendorong agenda tersembunyi. Melalui kewaspadaan bersama dan kedewasaan politik, diharapkan insiden seperti ini dapat dicegah di masa depan untuk menjaga kebebasan berpendapat tanpa terpengaruh oleh provokasi.