Remaja yang mengalami perubahan perilaku seperti mudah marah, menarik diri, atau sedih yang berlarut-larut sering kali dianggap sebagai hal yang wajar selama masa pubertas. Namun, menurut Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr dr Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A, Subsp.Kardio(K), hal tersebut sebenarnya bisa menjadi tanda gangguan mental yang serius dan memerlukan penanganan yang tepat. Dr Piprim menggarisbawahi pentingnya mendeteksi masalah kesehatan mental pada remaja secara dini dan memberikan solusi yang komprehensif karena masalah seperti depresi, kecemasan, atau bahkan keinginan untuk menyakiti diri sendiri bukan hal yang sepele.
Pentingnya kesadaran akan kondisi kesehatan mental remaja juga diungkapkan oleh Anggota Satgas Remaja IDAI, dr Braghmandita Widya Indraswari, M.Sc, Sp.A,Subsp.T.K.P.S(K). Menurutnya, prevalensi masalah kesehatan mental pada remaja di Indonesia cukup tinggi, mencapai 30-35 persen, namun banyak kasus tidak terdeteksi karena dianggap sebagai kenakalan remaja biasa. Faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan mental remaja termasuk aspek biologis, psikologis, dan lingkungan. Aspek biologis mencakup genetika, status nutrisi, dan kondisi fisik, yang dapat membuat remaja rentan terhadap masalah kesehatan mental.
Selain itu, kemampuan remaja dalam mengelola emosi serta kondisi lingkungan di rumah, sekolah, dan masyarakat juga memiliki peran penting dalam kesehatan mental mereka. Lingkungan yang tidak mendukung seperti kekerasan, penelantaran, atau perundungan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental remaja. Oleh karena itu, peran keluarga dan sekolah sangat vital dalam menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan bebas dari diskriminasi. Kerjasama antara orang tua, guru, dan profesional kesehatan dianggap sebagai investasi penting dalam menjaga kesehatan mental remaja. Menjalani masa remaja bisa menjadi lebih baik dengan mendukung kesehatan mental mereka sebagai sebuah investasi untuk masa depan yang lebih baik.
