Insomnia bukan hanya soal melawan rasa kantuk di siang hari, tetapi juga dapat membantu melindungi otak dari penuaan dan risiko demensia di masa depan. Hal ini diungkap dalam penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Neurology. Gangguan tidur merupakan kondisi umum, di mana sekitar 12 persen warga AS mengalami insomnia kronis. Berbeda dengan faktor genetik atau kondisi biologis, insomnia bisa diatasi melalui perubahan perilaku. Penelitian melibatkan 2.750 peserta yang menjalani pemeriksaan neurologis dan pencitraan otak selama lima tahun, menunjukkan bahwa penderita insomnia memiliki risiko 40 persen lebih tinggi mengalami gangguan kognitif.
Dr. Diego Carvalho, penulis utama studi tersebut, menyatakan bahwa insomnia kronis bisa menjadi faktor risiko penurunan kognitif yang dapat dimodifikasi. Meski belum dapat dipastikan apakah pengobatan insomnia secara langsung dapat menurunkan risiko, temuan ini membuka peluang baru untuk penelitian lanjutan. Menurut Dr. Rachel Salas, insomnia tidak hanya berhubungan dengan kesulitan tidur, tetapi juga dengan gangguan dalam menjaga kualitas tidur. Tidur yang cukup berperan penting dalam menjaga kesehatan otak, membersihkan sambungan saraf yang tidak dibutuhkan, dan mengeluarkan zat sisa yang menumpuk di otak sepanjang hari.
Proses tidur juga mendukung memori, pengaturan emosi, dan pemulihan otak. Kurang tidur atau tidur yang tidak berkualitas dapat meningkatkan peradangan saraf dan mengganggu plastisitas sinaps, yang berkontribusi pada penurunan kognitif. Insomnia sering diabaikan sebagai gangguan tidur, padahal memiliki dampak serius terhadap kesehatan otak dan risiko demensia di masa depan.










