Kesehatan anak sering kali hanya dilihat dari aspek fisik dan akademis, namun hubungan antara gangguan penglihatan dan kesehatan jiwa pada anak usia sekolah sering terabaikan. Menurut dr. Kianti Raisa Darusman, gangguan penglihatan pada anak memiliki dampak psikologis yang signifikan. Kesulitan melihat jelas, seperti rabun jauh atau rabun dekat, bisa menyebabkan frustrasi saat belajar dan penurunan kinerja akademis. Anak-anak dengan masalah penglihatan juga rentan mengalami masalah emosional, seperti kecemasan, kesedihan, dan sulit fokus di sekolah.
Lebih dari 1.200 pelajar Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Luar Biasa (SLB) di Jakarta mengalami gangguan penglihatan, dimana sekitar 70 persen di antaranya juga menunjukkan gejala emosional. Anak-anak dengan gangguan penglihatan bisa merasa frustrasi, kehilangan kepercayaan diri, dan kesulitan berinteraksi sosial di sekolah. Penelitian juga menemukan hubungan dua arah antara penglihatan dan jiwa, dimana anak dengan gangguan emosional lebih rentan mengalami gangguan penglihatan.
Dokter Kianti menekankan pentingnya skrining terpadu yang tidak hanya menilai fungsi mata, tetapi juga aspek psikologis anak. Hal ini membutuhkan integrasi pendekatan holistik ke dalam sistem pendidikan dan kesehatan nasional, termasuk Program Cek Kesehatan Gratis (CKG). Diharapkan penelitian ini bisa menjadi dasar bagi pemerintah untuk memperluas layanan deteksi dini kesehatan mata dan jiwa anak di seluruh sekolah di Indonesia.
