Depresi pada lansia sering kali diabaikan dalam masalah kesehatan mental. Namun, gangguan suasana hati ini dapat memiliki dampak serius pada kualitas hidup serta meningkatkan risiko kematian pada kelompok usia lanjut. Dr. Riati Sri Hartini, seorang psikiater dan dosen di Fakultas Kedokteran IPB University, menekankan pentingnya dukungan sosial dari keluarga dalam mencegah dan mendampingi lansia yang mengalami depresi.
Menurut klasifikasi WHO, lansia didefinisikan sebagai individu berusia 60 tahun ke atas, yang dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Faktor-faktor penyebab depresi pada lansia sangat beragam, mulai dari penurunan kondisi fisik, kehilangan orang terdekat, hingga perubahan finansial setelah pensiun. Aspek sosial juga berperan penting dalam depresi lansia, di mana mereka dapat merasa kehilangan dukungan yang membuat mereka rentan terhadap kondisi ini.
Gejala depresi pada lansia dapat termasuk suasana hati yang negatif, kelelahan, gangguan tidur, penurunan nafsu makan, dan menurunnya konsentrasi. Gejala ini seringkali dianggap sebagai bagian dari proses penuaan atau penyakit fisik, sehingga dibutuhkan kepekaan lebih dari keluarga. Depresi juga dapat berdampak langsung pada kualitas hidup lansia, menyebabkan penarikan diri dari lingkungan sosial dan kehilangan motivasi.
Pendekatan penanganan depresi lansia mencakup dua hal utama, yakni farmakologis dengan pemberian obat antidepresan, serta nonfarmakologis dengan peran serta keluarga. Pendekatan nonfarmakologis melibatkan perbaikan gaya hidup, kegiatan komunitas, dan dukungan emosional. Pencegahan depresi dapat dilakukan dengan meningkatkan aktivitas positif, olahraga, menjaga hobi, serta tetap aktif dalam komunitas. Lansia juga perlu terbuka dan mencari pertolongan profesional jika gejala depresi muncul. Dengan begitu, dukungan keluarga dan lingkungan sekitar dapat membantu mencegah dan mengatasi depresi pada lansia.