Berita  

Mengapa Wakil Rakyat Harus Setia pada Tuannya: Analisis Mendalam

Dalam sebuah demokrasi, rakyat mendelegasikan wewenang mereka untuk tujuan yang ditetapkan dalam konstitusi mereka. Satu-satunya kekuasaan yang sah yang dimiliki pemerintah dalam sebuah demokrasi berasal dari persetujuan rakyat. Pemilihan umum (Pemilu) memegang peranan paling mendasar dalam sistem demokrasi modern. Melalui proses ini, rakyat mengalihkan mandat politik mereka kepada para wakil yang dipilih untuk duduk di lembaga legislatif. Namun, situasi politik setelah Pemilu 2024 menunjukkan ironi yang memprihatinkan. Sebaliknya dari memperkuat legitimasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai perwakilan rakyat, beberapa kejadian menunjukkan keraguan dari publik. Demonstrasi besar, kerusuhan di kantor DPRD, dan bahkan penyerangan terhadap rumah anggota dewan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa legitimasi DPR sedang mengalami penurunan.

Dari fenomena ini, timbul pertanyaan mendasar: apakah DPR masih memiliki legitimasi di mata rakyat? Atau apakah mandat yang diberikan melalui Pemilu 2024 telah dicabut melalui aksi jalanan, demonstrasi, dan perlawanan terbuka? Konstitusi Indonesia menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dengan landasan ini, DPR memiliki posisi penting sebagai lembaga perwakilan rakyat. Legitimasi DPR berasal dari proses pemilu yang dianggap bebas, jujur, dan adil.

Namun, teori politik modern menunjukkan bahwa legitimasi tidak langsung terwujud hanya dari hasil pemilu. Max Weber membedakan antara kekuasaan yang didasarkan pada dominasi dengan kekuasaan yang mendapat legitimasi karena dianggap sah oleh rakyat. David Beetham menekankan bahwa legitimasi politik hanya terjadi jika kekuasaan sesuai dengan aturan, dapat dibenarkan dengan nilai-nilai bersama, dan diakui oleh masyarakat. Oleh karena itu, legitimasi legislatif sebenarnya adalah kontrak sosial yang terus diuji, tidak hanya sekadar mandat lima tahunan yang tidak dapat diragukan.

Source link