Kebijakan pemerintah pusat yang mengizinkan penggunaan dana desa sebagai jaminan dalam kasus koperasi gagal bayar telah menimbulkan kekhawatiran bagi sejumlah kepala desa di seluruh Indonesia. Salah satu kepala desa yang mengungkapkan kekhawatirannya adalah Afrianus Wahono dari Desa Repi di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Menurutnya, kebutuhan dasar masyarakat di desanya masih sangat mendesak, sehingga menggunakan dana desa untuk menjamin koperasi yang gagal bayar dianggap tidak realistis dan dapat memberatkan pemerintah desa.
Afrianus menyoroti bahwa dana desa selama ini sudah difokuskan pada program-program prioritas seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), layanan kesehatan darurat, penguatan ketahanan pangan, dan pembangunan sarana pariwisata. Oleh karena itu, ia khawatir jika dana desa dialihkan untuk menjamin koperasi yang bermasalah, hal ini dapat menghambat program-program strategis yang telah dicanangkan. Pendekatan produktif dalam memberikan bantuan kepada masyarakat dengan memberikan modal usaha juga menjadi sorotan Afrianus agar masyarakat tetap memiliki semangat bekerja dan berdaya secara ekonomi.
Dalam konteks Desa Repi, dana desa telah difokuskan untuk membangun jalan penghubung ke tujuan wisata desa adat Wae Rebo, NTT. Afrianus berharap agar pemerintah pusat mempertimbangkan kondisi riil di desa sebelum mengambil keputusan yang dapat memberatkan pemerintah desa. Dukungan jaminan intercept dari pemerintah untuk Koperasi Desa Merah Putih yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto juga menjadi perhatian tersendiri. Di era ini, kehati-hatian, kebutuhan dan kesiapan desa harus tetap menjadi prinsip utama dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan dana desa dan koperasi desa.