Wacana mengenai pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak dapat dipisahkan dari aspek konstitusional yang sangat ketat. Hal ini menjadi sorotan setelah Forum Purnawirawan TNI menyoroti proses pencalonannya untuk Pilpres 2024. Secara konstitusional, aturan pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden sudah dijelaskan dengan tegas dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal tersebut menyatakan bahwa pemakzulan hanya bisa dilakukan apabila yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran hukum seperti pengkhianatan terhadap negara, tindak pidana korupsi, penyuapan, kejahatan berat, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Dengan begitu, pemakzulan tidak bisa dilakukan secara sembarangan tetapi harus melalui proses hukum yang kuat dan sesuai dengan ketentuan konstitusi. Dr. Yance Arizona, pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, menyatakan bahwa masih belum jelas bagaimana mekanisme pemakzulan yang akan digunakan untuk menghentikan Gibran. Dalam konteks kasus Wakil Presiden Gibran, timbul pertanyaan apakah dugaan pelanggaran etik atau manipulasi dalam proses pencalonannya bisa dianggap sebagai pelanggaran berat atau perbuatan tercela sesuai Pasal 7A.
Pemakzulan Gibran: Buktikan dengan Hukum, Bukan Politik

Read Also
Recommendation for You

Membandingkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait,…

Heru Subagia, seorang Pengamat Politik dan Ekonomi, memberikan tanggapannya terkait kontroversi surat yang mengatasnamakan DPW…

Mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuai sorotan setelah mengungkapkan bahwa ia memerintahkan relawan Bara JP…

“Dare” merupakan kata dalam bahasa Inggris yang berarti berani atau tantangan. Dalam konteks yang lebih…