Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terlibat dalam perdebatan dengan remaja lulusan SMAN 1 Cikarang Utara yang juga merupakan korban penggusuran rumah di bantaran kali terkait pelarangan sekolah menggelar wisuda. Remaja tersebut menyuarakan kritik terhadap kebijakan pelarangan wisuda karena dianggap akan menghilangkan kenangan perpisahan sebelum kelulusan. Menurutnya, perpisahan merupakan momen penting untuk berkumpul secara interaktif dengan teman-teman. Dedi menanggapi bahwa kenangan masa sekolah tidak hanya terjadi saat perpisahan tetapi juga selama masa belajar di SMP-SMA selama 3 tahun. Dia juga menyoroti bahwa penyelenggaraan wisuda sering memberatkan orang tua murid dengan biaya, meskipun pemerintah telah membebaskan biaya sekolah.
Dalam debat tersebut, Dedi mempertanyakan motivasi remaja dari latar belakang keluarga miskin yang meminta agar wisuda diadakan. Remaja itu menjelaskan bahwa aspirasinya muncul karena merasa tidak adil bahwa adiknya tidak bisa mengalami perpisahan atau wisuda. Dedi kemudian menyarankan agar siswa yang ingin mengadakan wisuda atau perpisahan melakukannya secara mandiri tanpa melibatkan sekolah. Dia menegaskan bahwa melibatkan pihak sekolah dapat menimbulkan persepsi mencari keuntungan. Siswa pun diharapkan bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang mungkin terjadi jika mengadakan wisuda atau perpisahan mandiri.
Dedi menegaskan bahwa biaya pendidikan harus terjangkau untuk meringankan beban orang tua. Dia memberikan persetujuan kepada siswa yang ingin menyelenggarakan perpisahan secara mandiri asalkan mereka siap menghadapi segala risikonya. Dedi menyampaikan bahwa keselamatan dan tanggung jawab acara tersebut sepenuhnya berada di tangan siswa yang menjalankan acara tersebut secara mandiri. Oleh karena itu, perdebatan ini menggarisbawahi pentingnya keterlibatan siswa dalam kegiatan perpisahan atau wisuda mereka tanpa harus bergantung pada lembaga sekolah untuk mengurusi acara tersebut.