Menurut Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga, Henri Subiakto, Presiden Prabowo dinilai meremehkan kritik publik terkait dengan responsnya terhadap kritik terhadap kabinet yang dianggap gemuk. Henri menilai bahwa Prabowo tidak hanya meremehkan kritik dari netizen dan masyarakat, tetapi juga meremehkan pendapat para akademisi dan profesor yang dikemukakannya. Henri mengatakan bahwa Prabowo melakukan fallacy of relevance dengan kembali menyerang para pengkritiknya dengan cara yang tidak sesuai. Menurut Henri, kabinet yang gemuk Prabowo terkait dengan efisiensi anggaran yang sedang diperjuangkan pemerintah saat ini.
Henri menekankan bahwa perbandingan yang relevan adalah dengan kabinet pemerintahan Indonesia sebelumnya, seperti struktur kabinet Presiden Jokowi, SBY, hingga Soeharto atau Sukarno. Namun, Prabowo justru melakukan perbandingan dengan negara maju seperti Uni Eropa, bukan dengan negara sejenis seperti Indonesia. Meskipun luasnya wilayah Uni Eropa sebanding dengan Indonesia, konteksnya berbeda karena Uni Eropa terdiri dari 27 negara dengan kekuatan ekonomi, sejarah, dan kondisi rakyat yang kontras dan tidak bisa dibandingkan secara langsung dengan Indonesia dan provinsi-provinsinya. Ini menunjukkan bahwa Prabowo tidak mempertimbangkan konteks lokal ketika merespons kritik terhadap kabinetnya.