David Aritanto, seorang warga keturunan Tionghoa yang menetap di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel), merupakan seorang budayawan seni wayang Potehi yang berkomitmen untuk melestarikan seni wayang asal China di tengah perkembangan zaman yang modern. Wayang Potehi sendiri telah ada sejak abad ke-17 di Tiongkok sebelum kemudian dibawa ke Indonesia sekitar tahun 1.600 M oleh para pedagang dari Tiongkok. David menyatakan bahwa pertunjukan wayang Potehi membutuhkan anggaran besar karena mempersiapkan peralatan dan karakter wayang yang mencapai ratusan jumlahnya.
Tradisi pertunjukan wayang Potehi biasanya dilakukan sebelum perayaan Imlek di klenteng. Namun, seiring berjalannya waktu, seni wayang Potehi mulai terlupakan dan tidak dimainkan lagi terutama oleh generasi muda saat merayakan Imlek. David berharap agar generasi muda memiliki minat dalam seni wayang Potehi, tetapi tantangan terbesar adalah dalam hal pendanaan. Dia menekankan bahwa siapapun bisa menjadi dalang seni wayang Potehi, tidak hanya warga keturunan Tionghoa.
Seni wayang Potehi di Indonesia dianggap sebagai cikal bakal pewayangan di Tanah Air, sebelum munculnya berbagai seni wayang lain di berbagai daerah. David juga menyoroti bahwa Paguyuban Wayang Potehi Indonesia lebih didominasi oleh masyarakat lokal daripada keturunan Tionghoa. Dalam pertunjukan wayang Potehi, dalang biasanya memainkan wayang dengan melibatkan tiga jari diiringi oleh alun-alun musik tradisional Tiongkok. Selain itu, seni wayang Potehi juga dilengkapi dengan alat musik seperti Piak-Kou atau gitar tradisional Tiongkok. Meskipun keberadaan seni wayang Potehi mulai terlupakan, David Aritanto tetap setia dalam mempertahankan warisan budaya ini di tengah arus modernisasi.