Beberapa daerah laut di Indonesia terungkap memiliki sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM) setelah kehebohan pagar laut di Kabupaten Tangerang mencuat dan menarik perhatian publik. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah menegaskan bahwa daerah laut tidak seharusnya memiliki sertifikat karena wilayah laut secara umum dianggap sebagai milik publik. Kementerian ATR/BPN mencatat sebanyak 263 bidang di laut Tangerang yang memiliki surat HGB atas pembangunan pagar laut, serta 17 bidang lainnya dengan SHM. Mayoritas kepemilikan sertifikat tersebut termasuk korporasi seperti PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa, serta perseorangan. Meskipun demikian, penerbitan surat HGB di atas pagar laut Tangerang dianggap melanggar prosedur dan tidak sah.
Di Sumenep, terdapat 20 hektar wilayah laut di Desa Gersik Putih yang memiliki SHM untuk rencana pembangunan tambak garam. Hal ini juga terjadi di wilayah Laut Sidoarjo dengan luas 656 hektar yang memiliki surat HGB dengan kedaluwarsa pada tahun 2026, dimiliki oleh dua perusahaan. Di laut Makassar, BPN Makassar mencatat 23 hektar lahan laut dengan surat HGB yang diterbitkan pada tahun 2015 yang dimiliki oleh grup perusahaan tertentu, namun pemiliknya tidak diungkapkan.
Ada juga beberapa wilayah laut lainnya seperti Pulau C di Jakarta, Kamal Muara, dan Bekasi yang tampak dipagari. Perizinan pemanfaatan ruang laut berada di bawah kewenangan KKP dan proyek pagar laut di Bekasi yang melibatkan pihak swasta dan negeri telah disegel oleh KKP karena tidak memiliki izin yang diperlukan. Kondisi ini menunjukkan kompleksitas masalah yang terkait dengan kepemilikan dan pemanfaatan wilayah laut di Indonesia.