Trauma dapat terjadi kepada setiap korban atau penyintas dari suatu kejadian bencana. Namun, tidak semua penyintas akan mengalami fase tersebut. Palupi Budi Aristya atau Upi (21 tahun) belakangan ini merasa cemas dan takut dengan aktivitas Gunung Merapi, Jawa Tengah yang meningkat. Hal ini disebabkan oleh pengalaman traumatisnya pada letusan Gunung Merapi pada tahun 2010. Saat itu, Upi dan keluarganya mengungsi dan harus meninggalkan rumah mereka yang hancur dalam rangkaian letusan terbesar Merapi di era modern.
Pada saat itu, mereka semua aman namun pengalaman panik pasca letusan membuatnya mengalami trauma yang berulang saat ini. Meskipun Upi telah pindah ke rumah baru di wilayah Cangkringan yang masih berjarak sekitar 10 km dari Merapi, dia masih merasa cemas dan takut karena aktivitas gunung meningkat dalam beberapa hari terakhir. Hal ini membuatnya merasa panik setiap kali terdengar suara letusan.
Sebaliknya, Aris (27 tahun) adalah penyintas bencana gempa dan tsunami Aceh tahun 2004 yang memiliki pengalaman traumatis yang lebih sulit dan panjang. Pengalaman traumatik ini berdampak pada berbagai ketakutan yang masih dirasakannya sampai sekarang. Aris memerlukan waktu bertahun-tahun untuk pulih dari fase traumatik tersebut. Salah satu yang membantunya adalah pendampingan psikologis yang ia terima dari berbagai relawan dan pendamping di pemulihan pascatsunami.
Menurut Praktisi Psikologi Kebencanaan, dampak psikologis akibat bencana adalah sesuatu yang wajar dan normal. Namun, tidak semua korban akan mengalami fase traumatik. Dukungan psikologis awal memiliki peranan penting dalam membantu korban bencana untuk mengelola dampak psikologis yang mereka rasakan. Ini harus diupayakan dari dalam lingkup komunitas atau masyarakat yang mengalami bencana itu sendiri.
Relawan juga memiliki peran yang penting dalam memberikan dukungan psikososial kepada korban bencana. Mereka mengadakan berbagai kegiatan pendampingan seperti bermain, pembiasaan doa, dan cerita bersama yang membantu korban untuk pulih dari dampak psikologis bencana yang mereka alami. Hal ini membuktikan bahwa dukungan psikologis memiliki peranan yang sangat penting dalam pemulihan korban bencana.