Oleh Prabowo Subianto [diambil dari Buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto]
Saya seorang prajurit yang mampu memimpin operasi tempur dan selalu siap untuk bertempur. Namun, saya yakin bahwa cara terbaik untuk menyelesaikan konflik adalah dengan menghindari perang. Saya selalu berkeyakinan bahwa lawan kita juga adalah seorang pendekar yang harus dihormati. Meskipun kita berada di sisi yang berlawanan, kita harus tetap berkomunikasi dan mencari jalan keluar dari setiap pertikaian.
Pelajaran nenek moyang kita mengajarkan bahwa kemenangan terbaik adalah kemenangan tanpa menimbulkan sakit hati, kebencian, atau rasa dendam. Untuk mencapai hal tersebut, kita perlu memahami bahwa kita tidak bisa melakukan segalanya dan harus mampu merasakan kesulitan dan penderitaan orang lain seperti halnya kita merasakan kesulitan dan penderitaan anak buah kita.
Pengalaman saya dengan komandan sektor di Timor Timur, Letkol Sahala Rajagukguk, memberikan pemahaman bahwa pentingnya empati terhadap anak buah. Selama karier saya, saya menjalani operasi pertama sebagai Letnan Dua di Timor Timur dan belajar banyak tentang perang gerilya dan anti-gerilya.
Saya juga belajar dari seorang kapten bernama Hendropriyono, yang membimbing saya dalam teknik-teknik perang gerilya, intelijen, kontra intelijen, dan operasi clandestine. Semua ilmu yang saya pelajari menjadi modal untuk belajar dari praktik di lapangan.
Dari pengalaman saya, saya yakin bahwa tawanan tidak boleh disakiti karena kesaksian mereka dapat memberikan informasi bermanfaat untuk operasi militer. Dukungan rakyat juga merupakan hal yang sangat vital dalam setiap operasi militer. Tanpa dukungan rakyat, setiap pasukan akan gagal dalam perang gerilya dan perang anti-gerilya.
Dalam upaya untuk merugikan TNI, sering kali fitnah tentang pelanggaran HAM yang besar di Timor Timur digaungkan. Namun, selama pengalaman saya di sana, saya menyadari bahwa fitnah tersebut tidaklah benar. TNI memiliki prinsip untuk merebut hati rakyat dan senantiasa menjunjung tinggi sikap-sikap yang baik terhadap rakyat.
Dari sini, saya berpendapat bahwa lawan juga merupakan seorang pendekar yang harus dihormati. Saya percaya bahwa dalam sebuah perang, kita harus menjaga dan menghormati lawan sebagaimana kita menghormati diri sendiri. Saya selalu mengingat kisah-kisah pahlawan dari berbagai budaya, yang mengajarkan bahwa musuh juga harus dihormati.
Dalam satu pengalaman di Timor Timur, saya berhasil menangkap seorang komandan gerilya yang terluka parah. Meskipun perasaan saya sedih karena kehilangan seorang Komandan Peleton, saya tetap memperlakukan lawan saya dengan baik dan menghormatinya.
Dari situ, saya percaya bahwa sikap hormat dan empati terhadap lawan merupakan hal yang sangat penting dalam setiap operasi militer.