FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Kota Makassar menjadi favorit bagi tim kampanye untuk meraih suara dalam Pilpres mendatang. Tim kampanye dari ketiga calon mengklaim bahwa Kota Daeng adalah basis mereka.
Pakar politik dari Universitas Hasanuddin, Profesor Sukri Tamma, menilai bahwa klaim tersebut adalah hal yang wajar dalam kontestasi politik. Menurutnya, klaim wilayah seperti itu sudah menjadi kebiasaan di setiap kontes politik.
“Klaim wilayah adalah hal yang wajar. Hal itu pasti dilakukan dalam kontestasi politik. Tetapi yang penting dilihat adalah kecenderungan yang terjadi. Selama ini ada asumsi identifikasi Capres. Misalnya Anies dikenal lebih Islami sehingga bisa mengklaim daerah tertentu, dan hal yang sama juga dilakukan oleh Ganjar dan Prabowo,” ungkapnya pada Senin (18/12/2023).
Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa klaim-klaim tersebut mungkin benar adanya untuk dijadikan basis. Namun, di Sulawesi Selatan, klaim hanya bisa dilakukan di daerah yang jumlah pemilihnya tidak dominan.
“Kita melihat kecenderungan masih ada wilayah yang belum diklaim atau justru dianggap sebagai arena tarung bebas. Masalahnya, wilayah tersebut memiliki jumlah pemilih yang besar dan cenderung plural. Kecenderungan pemilih memilih satu paslon di wilayah tersebut tidak ada,” jelasnya.
Dia memberi contoh, misalnya Kota Makassar. Dengan corak yang cenderung plural, maka bisa saja semua kandidat sudah mengamankan basisnya dengan menjual isu tertentu. Sehingga, tidak ada satu pun kandidat yang bisa mengklaim basis tersebut.
“Termasuk Gowa dan Bone juga sama. Tetapi wilayah tersebut bukan menjadi ajang pertarungan tanpa nilai. Karena untuk berebut harus ada isu, ada citra, dan banyak hal yang dijual. Sehingga mereka bisa dianggap mewakili kepentingan masyarakat yang ada,” tambahnya.