Ketua Umum Pemuda Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Ismail Rumadan menilai PP Nomor 53 Tahun 2023 yang tidak mengharuskan pejabat untuk mundur saat maju berkontestasi dalam pilpres 2024 mengundang tanda tanya besar.
“Dugaan saya Aturan yang diterbitkan Presiden ini sebagai bentuk formal tindak lanjut dari pernyataan Presiden untuk ikut cawe-cawe dalam Pilpres,” ungkap Ismail saat dihubungi, Rabu (29/11).
Lebih lanjut ia menyayangkan sejumlah Aturan yang kerap ditabrak, bahkan disulap hanya untuk menguntungkan kepentingan kelompok tertentu.
“Jadi Pilpres kali ini penuh dengan akrobatik, hanya karena ingin mendukung satu pasangan calon. Seharusnya aturan semacam ini dibatalkan atau jika ada pasangan Capres dan Cawapres lain yang merasa dirugikan dengan adanya aturan tersebut, bisa diajukan permohonan Uji Materil ke MA untuk dibatalkan,” beber Ismail.
Dosen hukum Universitas Nasional tersebut juga mengungkapkan, masyarakat memiliki hak untuk protes dan sekaligus mengajukan judicial review (JR) ke MA untuk membatalkan PP Nomor 53 Tahun 2023 tersebut agar proses pelaksanaan Pilpres ini berjalan netral dan bebas dari potensi penyalagunaan wewenang,” harapnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Semar Politik Indonesia (SPIN) Mawardin Sidik menganggap dengan diterbitkannya PP tersebut menimbulkan kesan adanya peran ganda sebagai pejabat negara dan kontestan Pilpres, sehingga berpotensi pada kurang maksimalnya pelayanan publik.
“Pelayan publik seharusnya total melayani, full-time. Karena itu, bagi peserta Pilpres, baik capres maupun cawapres yang sedang jadi pejabat negara, seharusnya mundur,” tegas Mawardin kepada media, Rabu 29 November 2023.