Pengamat Politik Efriza menyatakan bahwa penggunaan hak angket oleh DPR untuk memeriksa konsistensi kebijakan lembaga eksekutif terhadap undang-undang adalah hal yang wajar.
Namun, dia menilai bahwa penggunaan hak angket oleh PDIP untuk protes terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) dan putusannya, terutama dalam perkara nomor 90/PUU-XII/2023, dianggap tidak tepat.
Namun, dia melihat bahwa hak angket yang digunakan Fraksi PDIP di DPR saat ini memiliki tujuan politis.
Efriza menyebutkan bahwa tujuan politisnya adalah untuk menggagalkan pencalonan Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), sebagai calon wakil presiden.
“Jika PDIP hanya menggunakan hak angket terkait Gibran saja dan dimaksudkan untuk menyelidiki keputusan MK saja, itu merupakan kesalahan fatal,” ujar Efriza.
Pengajar ilmu pemerintahan dari Universitas Pamulang (UNPAM) menjelaskan bahwa dalam UU 13/2019 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3), syarat untuk mengajukan hak angket tidaklah mudah.
“Syaratnya adalah 25 orang dan berasal dari lebih dari 1 fraksi. Hal yang paling sulit adalah menentukan materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki, serta alasan penyelidikan,” jelasnya.
Terkait materi kebijakan, Efriza berpendapat bahwa hak angket ditujukan kepada lembaga eksekutif, dan oleh karena itu tidak tepat jika digunakan untuk menyelidiki kebijakan lembaga yudikatif.
“Namun, dipercaya bahwa melalui hak angket, PDIP ingin mengungkap dugaan intervensi dari eksekutif terhadap MK, sehingga keputusan MK menjadi dipertanyakan,” tuturnya.